Dalam menjalankan bisnis apapun, penggunaan data memiliki peranan penting untuk pengembangan bisnis. Menggunakan data, kita dapat mengetahui berbagai insight dalam mengembangkan produk berdasarkan informasi.
Karena itu, kita perlu membentuk sebuah tim yang dapat bekerja berdasarkan data agar perusahaan terus berkembang sesuai tuntutan pasar.
Ada beberapa alternatif model yang bisa digunakan untuk membentuk sebuah tim yang ‘data-driven’, berikut 3 di antaranya:
The Center of Excellence
Model ini memanfaatkan mereka yang telah menjadi pakar pada bidang masing-masing dalam perusahaan sebagai pusat informasi bagi staf lainnya.
Tim pakar akan memberikan panduan, pelatihan, bahan riset, dan dukungan kepada para anggota tim lainnya.
Sebuah perusahaan multinasional yang memiliki banyak kantor di berbagai belahan dunia mungkin akan tidak efisien jika harus menempatkan tim data science di setiap cabangnya. Oleh karena itu, biasanya mereka membuat sebuah Center of Excellence, di mana bagian tersebutlah yang akan mendukung kebutuhan dari tiap-tiap cabang.
Model Center of Excellence biasanya digunakan oleh perusahaan kecil hingga menengah yang tidak memiliki kemampuan untuk menghadirkan tim analis di setiap kantor cabangnya.
Model ini mengandalkan kemampuan tim sentral untuk mencari data, mengolah, dan menyajikannya kepada tiap cabang agar dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menetapkan strategi.
Kekurangan dari model ini adalah karena belum tentu tim sentral memiliki pengetahuan pasar selengkap tim di tiap cabang. Karenanya, penggunaan model ini patut dipertimbangkan kembali apabila kamu menginginkan data yang lebih akurat dari pasar lokal.
The Distributed Team
Di model kedua, perusahaan menyebarkan tim analis ke berbagai tim, divisi, atau lokasi tempat perusahaan berada. Dengan demikian, analis akan memiliki akses yang lebih mendetail ke berbagai informasi, seperti prioritas serta proses yang dimiliki oleh berbagai bagian spesifik dari perusahaan.
Model ini normalnya akan bekerja lebih efektif di tiap cabang perusahaan, karena setiap tim yang ada akan bekerja secara mandiri untuk mengumpulkan data, melakukan analisis, serta mengambil berbagai keputusan.
Biasanya perusahaan besar melakukan metode ini karena mereka memiliki sumber daya yang cukup serta keinginan untuk mengetahui lebih dalam tentang tren lokal yang sedang terjadi.
Perusahaan menyebarkan tim analis ke berbagai tim, divisi, atau lokasi tempat perusahaan berada. Manajemen pusat bisa lebih fokus pada tujuan utama perusahaan, tanpa perlu kerepotan dengan permasalahan data yang ada di tiap cabang.
Kekurangan model ini, apabila tim yang ada di tiap cabang tidak sepenuhnya memahami visi dan misi utama perusahaan, mereka berpotensi kehilangan arah dan bergerak hanya menurut strategi berdasarkan kepada data yang mereka miliki.
The Hub and Spoke
Model The Hub and Spoke memadukan kelebihan dari kedua model sebelumnya.
Dalam model The Hub and Spoke, terdapat sebuah tim pakar sebagai “Center of Excellence” yang berperan sebagai titik kontak utama bagi tim, juga kehadiran para analis yang tersebar di berbagai tim, divisi, dan lokasi perusahaan.
Tim pakar sentral akan merancang panduan, tool, serta proses yang akan berjalan dan analis akan berperan untuk mengimplementasikan strategi yang telah dirancang dan mengembalikan hasilnya kepada tim pakar sentral.
Model Hub and Spoke membutuhkan koordinasi penuh antara tiap tim, divisi, dan lokasi dengan tim manajemen di pusat.
Salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia, Sprint, menggunakan model The Hub and Spoke ini. Chief Digital Officer Sprint Rob Roy memulai dengan membangun The Center of Excellence melalui tim digital yang ia miliki. Ia kemudian mengajarkan, mempromosikan, dan memberikan pengaruh kepada para staf yang ada di dalam perusahaan agar dapat berkinerja maksimal.
Nampak ideal memang, namun model Hub and Spoke membutuhkan koordinasi penuh antara tiap tim, divisi, dan lokasi dengan tim manajemen di pusat—sembari memacu tim lokal untuk tetap terus berinovasi dan berkreasi.
Sebelum memutuskan untuk menggunakan salah satu dari model pengembangan di atas, Anda wajib melihat berbagai aspek yang dimiliki perusahaan, seperti sumber daya dan infrastruktur pendukung yang tersedia.
Sebelumnya, Anda perlu membiasakan sebuah kultur penggunaan berbagai macam inovasi teknologi di perusahaan, agar seluruh tim di perusahaan Anda tidak kagok perihal menyusun dan bekerja berdasar data.
Tak perlu bingung mencari tools yang tepat, AbsenKu Profesional mampu menjadi solusi terbaik bagi keterbukaan sistem di perusahaan Anda.
AbsenKu Profesional ini merupakan aplikasi absensi berbasis cloud yang memungkinkan setiap anggota tim melakukan absensi secara digital. Tak terbatas tempat dan alat, aplikasi AbsenKu Profesional dapat digunakan di manapun (di tempat yang diperbolehkan perusahaan) dan juga tanpa alat scanner tambahan, cukup dengan smartphone saja, semua anggota tim bisa melakukan absensi.
Tak hanya itu saja, aplikasi AbsenKu Profesional juga bisa dimanfaatkan untuk mengelola data cuti dan jam lembur karyawan. Sehingga seluruh data absensi, cuti maupun lembur karyawan akan terkumpul secara jelas dan akurat.
Karyawan bisa memantau performa mereka sendiri, mulai dari kedisiplinan masuk kerja, kapan mereka ambil cuti dan berapa lama waktu mereka untuk lembur. HRD akan lebih mudah mengontrol absensi karyawan, meng-acc pengajuan cuti, mendata lembur karyawan tanpa harus repot dan banyak lagi.
Pimpinan pun dapat menggunakan AbsenKu Profesional untuk mengecek seluruh data karyawan. Sehingga dari data tersebut dia berhak menentukan, manakah karyawan yang berhak mendapat apresiasi dan mana yang berhak mendapat teguran secara adil.
Pimpinan bahkan bisa memantau seluruh data performa kinerja karyawan secara real time di manapun dia berada tanpa terpaku pada alat yang meribetkan. Cukup dengan satu genggaman saja lewat AbsenKu Profesional, kerja pimpinan akan jadi lebih praktis dan efisien.