Milenial adalah generasi yang berpotensi membawa perubahan. Namun ada syaratnya, mereka harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri di tempat bekerjanya, dengan pendampingan mentor, bukan sekadar bos.
Seperti yang kita ketahui bersama, selama ini dunia kerja didominasi generasi baby boomer dan generasi X. Namun kini, hadir generasi Y — atau yang biasa disebut millennial — sebuah kelompok usia produktif yang lahir antara periode 1980 hingga 2000. Di dunia profesional era sekarang, milennial terus mengalami peningkatan jumlah yang signifikan.
Ada sebuah prediksi bahwa pada tahun 2025, tiga perempat dari seluruh profesi yang ada di dunia akan diisi oleh generasi millennial.
Namun, dengan kondisi itu, ada sebuah tanda tanya besar. Apakah lini bisnis yang ada sekarang dapat mengakomodir kebutuhan mereka di tempat kerja? Apa saja yang sebenarnya generasi milenial harapkan dari tempat kerja mereka? Lalu, siapkah bisnis Anda menghadapi perubahan drastis yang akan hadir?
Pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kualitas kerja
Sebagai generasi yang tumbuh besar dikelilingi teknologi, milennial pasti paham betul bahwa teknologi dapat membantu mereka untuk meningkatkan kualitas kerja. Mereka tak lagi mengenal batas ruang dan waktu berkat pemanfaatan teknologi mobile yang terus berkembang pesat.
Generasi milenial yang terkenal ‘malas’, justru menyimpan potensi besar. Dengan “kemalasan” para milennial, mereka terpacu untuk menciptakan sebuah ‘jalan pintas’ untuk menyelesaikan pekerjaan secara lebih cepat, mudah, dan hemat. Jika bisa dikerjakan dalam waktu beberapa jam, mengapa harus selesai berhari-hari? Hal yang susah kita bayangkan muncul di tempat kerja yang didominasi genarasi baby boomer dan X mengingat tingginya tingkat ‘kepatuhan’ mereka pada sistem yang sudah mengakar dan membuat mereka nyaman.
Pada era sekarang, proses wawancara seleksi kerja menggunakan layanan streaming video sudah menjadi hal yang lumrah. Beberapa pihak masih ngotot pada sistem wawancara kerja konvensional di mana harus ada tatap muka langsung. Padahal di sisi lain, sistem wawancara seleksi kerja menggunakan streaming video merupakan ide cerdas jika dilihat dari segi efisiensi biaya, waktu dan tenaga.
Selain itu, kini makin banyak perusahaan yang tak mau direpotkan oleh administrasi dan tetek bengeknya yang merepotkan. Terkait hal ini, software Absenku Profesional bisa jadi alternatif.
AbsenKu Profesional mampu menjadi solusi terbaik bagi keterbukaan sistem di perusahaan Anda.
AbsenKu Profesional ini merupakan aplikasi absensi berbasis cloud yang memungkinkan setiap anggota tim melakukan absensi secara digital. Tak terbatas tempat dan alat, aplikasi AbsenKu Profesional dapat digunakan di manapun (di tempat yang diperbolehkan perusahaan) dan juga tanpa alat scanner tambahan, cukup dengan smartphone saja, semua anggota tim bisa melakukan absensi.
Tak hanya itu saja, aplikasi AbsenKu Profesional juga bisa dimanfaatkan untuk mengelola data cuti dan jam lembur karyawan. Sehingga seluruh data absensi, cuti maupun lembur karyawan akan terkumpul secara jelas dan akurat.
Karyawan bisa memantau performa mereka sendiri, mulai dari kedisiplinan masuk kerja, kapan mereka ambil cuti dan berapa lama waktu mereka untuk lembur. HRD akan lebih mudah mengontrol absensi karyawan, meng-acc pengajuan cuti, mendata lembur karyawan tanpa harus repot dan banyak lagi.
Pimpinan pun dapat menggunakan AbsenKu Profesional untuk mengecek seluruh data karyawan. Sehingga dari data tersebut dia berhak menentukan, manakah karyawan yang berhak mendapat apresiasi dan mana yang berhak mendapat teguran secara adil.
Pimpinan bahkan bisa memantau seluruh data performa kinerja karyawan secara real time di manapun dia berada tanpa terpaku pada alat yang meribetkan. Cukup dengan satu genggaman saja lewat AbsenKu Profesional, kerja pimpinan akan jadi lebih praktis dan efisien.
Tempat kerja layaknya tempat bermain
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang selalu tak sabar menunggu jam lima sore untuk bergegas antre di mesin absen dan pulang, generasi milennial berharap kantor mereka bisa layaknya rumah sendiri — di mana mereka bisa makan, minum, bekerja, bermain, dan beristirahat sesuka hati.
Mereka akan berusaha untuk membangun sebuah suasana kerja yang menyenangkan.
Anda tak perlu kaget jika mendapati seorang milennial yang tidur di tengah jam kerja, atau bermain video game seusai mengejar deadline sebuah proyek semalam suntuk dengan tim mereka.
Bukan karena mereka tak menghormati Anda sebagai atasan, hal itu semata-mata para milenial lakukan agar produktivitas mereka tetap terjaga.
Jika Anda ingin para milenial yang menjadi karyawan Anda betah, cobalah ubah kantor Anda menjadi sebuah tempat yang menyenangkan. Berikan beberapa fasilitas yang tak seberapa nilainya bagi pengeluaran perusahaan, dibanding dengan hasil yang nantinya milenial berikan pada Anda, seperti snack gratis, cuti yang tak terbatas, kesempatan bekerja secara remote, ruang bermain game, atau sesi makan bersama tim. Dengan semua hal itu, Anda akan takjub bagaimana milenial akan membalasnya pada perusahaan.
Bukan sekadar gaji, pengembangan dirilah yang lebih utama
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sangat mementingkan kepastian finansial sehingga mencari tempat kerja berdasar hal itu, bagi generasi millennial, pengembangan diri menjadi salah satu hal utama yang mereka kejar. Jangan heran jika Anda melihat semakin banyak pekerja millennial yang memilih untuk bekerja sambil melanjutkan kuliah atau mengikuti berbagai macam pelatihan dari perusahaan ketimbang hanya menghabiskan waktu mereka di belakang meja kantor.
Tapi bukan berarti mereka tak memikirkan stabilitas keuangan.
Ada satu fase di mana nantinya millennial ini telah memilih karir mereka. Tapi sebelum itu, mereka akan memaksimalkan potensi diri agar yakin saat memilih jenjang karir yang mereka ambil. Bukan sekadar mengikuti omongan orang di sekitar, mereka mempunya keinginan lebih dalam memilih karir.
Transparansi di tempat kerja menjadi salah satu hal utama yang paling diinginkan milenial
Biasanya, pengambilan keputusan di dalam perusahaan dilakukan seseorang atau sekelompok direksi yang berada di hierarki tertinggi organisasi — dan karyawan tidak memiliki cukup otoritas untuk mengajukan keberatan atau saran lainnya.
Tapi millennial berbeda. Mereka menginginkan sebuah tempat kerja yang transparan, di mana setiap hal yang terjadi di perusahaan harus mereka ketahui — termasuk juga ketika perusahaan sedang memutuskan sesuatu.
Bukan sebagai penentu keputusan, namun lebih pada kesempatan mengemukakan gagasan. Itu sudah cukup.
Mereka berharap semua karyawan dapat saling menyampaikan berbagai gagasan mereka, melalui cara semacam sesi sharing bersama.
Penerapan transparansi dalam bisnis juga akan meningkatkan rasa percaya dari pekerja — karena mereka yakin telah bekerja dengan perusahaan yang memiliki integritas.
Dari semua pembahasan di atas, hal yang bisa kita ambil intinya adalah, milenial adalah generasi yang berpotensi membawa perubahan. Namun ada syaratnya, mereka harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri di tempat bekerjanya, dengan pendampingan mentor, bukan sekadar bos.